TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengemukakan banyak negara bertahan dari krisis pandemi Covid-19 dengan cara menambah utang. Namun, menurut dia, utang tidak bisa terus-menerus dilakukan untuk menangani wabah karena akan menyebabkan debt crisis atau krisis utang.
“Berapa lama utang itu bisa dipertahankan baik di negara maupun perusahaan? Apakah akan terjadi masalah?” kata Mari dalam diskusi bersama Ikatan Alumni Universitas Indonesia atau ILUNI UI, Sabtu, 30 Januari 2021.
Mari menuturkan beberapa negara telah menunjukkan indikasi debt crisis dan mengalami masalah di sektor finansial akibat pandemi. Kondisi ini terjadi karena negara harus memberikan stimulus bagi sektor-sektor yang terdampak dan menjaga konsumsi masyarakat sehingga defisit anggaran perlu diperlebar. Di saat yang sama, bank sentral didorong membeli surat utang negara (SUN).
Adapun di Indonesia, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Desember 2020 sebesar Rp 6.074,56 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto pun sebesar 38,68 persen.
Mari mengatakan pemerintah bisa mulai menekan defisit anggaran dengan mengurangi stimulus saat pemulihan ekonomi sudah berjalan. “Harapannya mulai recover pelan-pelan,” ujar Mari.
Meski demikian, pemulihan ekonomi menjadi pertanyaan besar di tengah tantangan yang masih dihadapi selama pandemi Covid-19. Dari sisi kesehatan, risiko adanya gelombang lanjutan penyebaran wabah terus terjadi, utamanya sejak varian-varian virus corona muncul baru-baru ini.